Selamat Datang di Ady_Dech Blogger

gi masih dalam pembangunan nich

Kamis, 16 Desember 2010

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN DENGAN HALUSINASI

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi atau kelainan respon terhadap stimulus (Townsend, 1995).
Halusinasi adalah perasaan yang salah yang tidak diikuti dengan stimulus ekternal yang nyata dapat meliputi lima perasaan Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa halusinasi adalah keadaan dimana seseorang mengalami persepsi yang salah dari lima perasaan, merasa ada stimulus padahal sebenarnya tidak ada stimulus yang nyata.
2. Etiologi
a. Faktor Predisposisi (Stuart dan Sundeen, 1995).
1) Biologis
(a) Hambatan perkembangan korteks frontal, temporal, limbic, seska yang mungkin timbul adalah hambatan belajar, berbicara, daya ingat dan mungkin muncul perilaku yang menarik diri/kekerasan.
(b) Pertumbuhan dan perkembangan individu pada pranatal, perinatal, neunatus dan kanak-kanak.
2) Psikologis
( a) Ibu/pengasuh yang cemas, over protektif dengan tidak sensitive
(b) Pola asuh yang tidak adekuat
(c) Koping menghadapi stress yang tidak konstruktif
(d) Ketidak mampuan menggapai cinta
b. Faktor presipitasi.
Adanya rangsangan lingkungan yang sering, sebagai pencetus yaitu kurangnya partisipasi pasien dalam kelompok, dimana sepi (isolasi) suasana tersebut dapat menimbulkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat haludinogenik. Berbagai stressor dapat menyebabkan timbulnya halusinasi. Hubungan interpersonal masalah psikososial dapat meningkatkan cemas dan stress serta akhirnya timbul halusinasi.
3. Proses Terjadinya Halusinasi
Halusinasi terjadi karena persepsi pasien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya pasien menginterpertasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar (eksternal).
Menurut Stuart, Sundeen, 1998; Tingkat Halusinasi dalam empat tahap sebagai berikut ;
a. Tahap I :
Secara umum bersifat menyenangkan, memberi rasa aman, tingkat
kecemasan sedang, karakteristik :
1) Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.,
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan rasa cemas.,
3) Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran.,
4) Non psikotik.
b. Tahap II
Menyalahkan, kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati dengan karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan.,
2) Mulai merasa kehilangan kontrol dan pasien takut bila ada orang mendengar,
3) Merasa dilecehkan
4) Menarik diri
c. Tahap III
Mengontrol tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi, karakteristik ;
1) Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensori,
2) kesepian bila pengalaman sensori berakhir,
3) terbiasa dengan halusinasinya dan tidak berdaya.
d. Tahap IV
Menguasai tingkat kecemasan panik, dipengaruhi oleh waham/delusi, karakteristik ;
1) Pengalaman sensori menakutkan/mengancam,
2) Dapat berlangsung beberapa jam atau hari (jika tidak ada intervensi terapeutik).
4. Pembagian Halusinasi
Menurut Stuart, Sundeen,1998, membagi Halusinasi dalam beberapa jenis sebagai berikut ;
a. Halusinasi Pendengaran ( Auditory)’
Mendengar suara dan bunyi paling sering suara orang, suara dapat berkisar dari suara sederhana sampai suara yang membicarakan pasien, memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual)
Melihat gambaran yang jelas/samara, penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan/menakutkan.
c. Halusinasi Penciuman (Olfactory)
Mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata dan tidak menciumnya.
d. Halusinasi Kecap (Gustatory)
Merasakan makan sesuatu yang tidak nyata, merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan.
e. Halusinasi Raba (Taktil)
Merasa ada seseorang yang meraba, memukul/merasakan ada binatang merayap pada kulit.
5. Tanda dan Gejala
a. Bicara, senyum, tertawa sendiri
b. Mengatakan mendengar sesuatu suara, melihat, mengecap, mencium dan merasa sesuatu yang tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak
e. Tidak dapat memusatkan perhatian
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal
g. Sikap curiga san bermusuhan
h. Menarik diri menghindar dari orang lain
i. Sulit membuat keputusan
j. Katakutan
k. Tidak mampu melaksanakan asuhan sendiri
l. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
6. Koping Mekanisme
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurologik. Menurut Stuart and Sundeen, 1988 adalah:
a. Regresi yang berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi untuk hidup sehari-hari.
b. Persepsi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi
c. Menarik diri




7. Rentang Respons Halusinasi Pendengaran
8.
Respons Adaptif Respons Maladaptif


Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku Sesuai
Berhubungan sosial Distorsi pikiran
Ilusi
Reaksi emosi berlebihan atau kurang
Perilaku aneh/tidak biasa
Menarik diri Gangguan piker/delusi Halusinasi
Sulit berespon emosi
Perilaku disorganisasi
Isolasi sosial
Stuart & Sundeen, 1988

Gambar. 1

RENTANG RESPONS HALUSINASI

Halusinasi merupakan salah satu respons maladaptive individu yang berada dalam rentang respon neurobiology (Stuart, Sundeen, 2001). Ini merupakan respon persepsi paling maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, pemglihatan, penghirupan, pengecapan dan perabaan), klien dengan halusinasi mempresepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.
Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya.
B. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa
Proses keperawatan merupakan sarana/wahana kerja sama perawat dan pasien umumnya pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran pasien. Namun pada proses sampai akhir diharapkan peran pasien lebih besar dari perawat sehingga kemandirian pasien dapat tercapai. (Keliat, 1999)
Proses keperawatan pada pasien dengan masalah keperawatan jiwa mungkin merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisik, memperlihatkan gejala yang berbeda dan muncul oleh berbagai banyak penyebab. Kejadian masa lalu yang sama dengan masa saat ini, tetapi muncul gejala yang berbeda. Banyak pasien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontra indikasi (Keliat, 1999).
Oleh karena itu hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa sehingga diharapkan klien/pasien dapat mengeluarkan perasaan yang sedang terjadi.
Langkah-langkah dalam keperawatan jiwa terdiri dari lima langkah antara lain :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien. (Keliat, 1999)
a. Pengumpulan Data
Untuk menjaring data diperlukan format pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian. Isi pengkajian meliputi : Identitas pasien, Alasan masuk Rumah sakit, Faktor predisposisi, Pemeriksaan Fisik, Psikososial, Status mental, Kebutuhan persiapan pulang, Mekanisme koping, Masalah psikososial dan lingkungan, Pengetahuan, Aspek medik, Khusus untuk pasien dengan masalah perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut ;
1) Berbicara, senyum, tertawa sendiri,
2) Mengatakan mendengar sesuatu suara,
3) Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkunga,
4). Tidak membedakan hal yang nyata dan tidak.
5). Tidak dapat memusatkan perhatian,
6(. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal,
7). Sikap curiga dan bermusuhan,
8). Menarik diri menghindar dari orang lain,
9). Sulit membuat keputusan,
10). Ketakutan,
11). Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri,
12). Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
b. Rumusan Masalah
Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasid, 1983 dalam Keliat, 1999). Agar penentuan pohon masalah di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan tiga komponen utama yaitu penyebab (kausa), masalah utama (core problem) dan akibat (effect).
c. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri
dan orang lain




Perubahan sensori persepsi :
Halusinasi pendengaran


Isolasi Sosial : Menarik diri


Gambar. 2
Pohon Masalah


Masalah keperawatan yang timbul pada klien halusinasi pendengaran menurut Budi Anna Keliat, dkk (1999) adalah :
a. Resiko tinggi mencidrai diri sendiri atau orang lain
b. Perubahan persepsi sensori (halusinasi pendengaran)
c. Isolasi soasil : Menarik diri
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. (Carpenito, 1995). Untuk diagnosa pada pasien dengan perubahan sensori : halusinasi pendengaran sebagai berikut :
a. Risiko mencedirai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan halusinasi pendengaran
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Rencana Tindakan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu; Tujuan umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan khusus berfokus pada etiologi (E) dari diagnosa tertentu. Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap tujuan khusus. Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan jiwa dengan karakteristika tindakan berupa ; Tindakan psikoterapeutik, pendidikan kesehatan, perawatan mandiri dan aktivitas hidup sehari-hari, terapi modalitas kesehatan tindakan kolaborasi dan perawatan berkelanjutan ( Keliat, 1999).
Menurut Keliat, (1999), fokus tindakan keperawatan terdiri atas :
a. Resiko tinggi menciderai diri sendiri berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Dengan strategi Pelaksanaan tindakan keperawatannya seperti tertera pada tabel berikut ini;


TABEL 2
Strategi Pelaksaan

Masalah Keperawatan Tindakan Keperawatan
untuk pasien Tindakan keperawatan untuk keluarga
Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain SP1 P
1. Membantu pasien mengenal Halusinasi, baik isi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan pasien saat terjadi
2. Melatih cara mengontrol dengan cara menghadrik Halusinasi

3. Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan perawat dan orang lain
SP1 K
1.Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2 Menjelaskan pengertian tanda dan gejala Halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya.
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien dengan halusinasi .
SP2 P
1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian pasien
2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang
3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian pasien
SP 2 K
1. Mengevaluasi kegiatan keluarga dalam merawat pasien sebelumnya
2. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan halusinasi
3. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien halusinasi

SP3 P
1. Mengevaluasi jadual kegiatan harian pasien sebelumnya
2. Melatih kegiatan agar halusinasinya tidak muncul
3. Menjelaskan manfaat dari program pengobatan
. SP3 K
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Menjelaskan follou up pasien setelah pulang dari rumah sakit
SP 4P
1. Mengevaluasi jadual kegiatan sebelumnya
2. Menanyakan program pengobatan
3. Menjelaskan pengobatan 5 B
4. Memasukkan kedalam jadual harian pasien SP4K
1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat (discharge planning)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan pasien dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peranserta pasien yang diharapkan. Setelah semua tindakan dilaksanakan beserta respon pasien kemudian data tindakan tersebut di dokumentasikan. (Keliat, 1999).

5. Evaluasi Tindakan Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi hasil/sumatif dilakukan dengan membandingkan respon pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar